Home Style Widget

Iqtibas; Mendeteksi Al-Qur’an dan Hadis Dalam Prosa dan Syair



Setelah sebelumnya kita membahas tentang Jinas, mari kita beralih ke bab selanjutnya dalam Ilmu Badî’, yaitu Iqtibas. Perlu kita ingat kembali, Ilmu Badî’ terbagi kepada dua pembahasan, yaitu keindahan lafaz (المحسنات اللفظية) dan keindahan makna (المحسنات المعنوية).

al-Muhassinât al-Lafdziyyah sendiri terbagi menjadi tiga bab. Jinâs, Iqtibâs, Saja’. Dan al-Muhassinât al-Ma’nawiyyah memiliki enam cabang, yaitu Tawriyyah, Thibâq, Muqâbalah, Ta`kîd al-Madh Bimâ Yusybihu adz-Dzamma, Husnu at-Ta’lîl, dan Uslûb al-Hakîm.

Definisi Iqtibas, sebagaimana saya kutip dari kitab al-Balaghâh al-Wâdhihah yaitu:
تَضْمِينُ النَّثْر أو الشِّعر شَيْئاً مِنَ الْقُرآن الكريم أو الحديثِ الشريفِ مِنْ غَيْر دلالةٍ عَلَى أنَّهُ منهما

Mengutip sesuatu kalimat dari Al-Qur`an atau Hadis, lalu disertakan ke dalam suatu kalimat prosa atau syair tanpa dijelaskan bahwa kalimat yang dikutip itu dari Al-Qur`an atau Hadis.

Mengenai ketentuan pengutipan kedua sumber primer dalam agama Islam ini, terdapat kebolehan mengubah sedikit redaksi yang dikutip, namun sedikit saja. Kendati demikian, salah seorang guru yang mengajarkan saya Balaghah berpendapat sebaliknya. Mengenai kebolehannya, sebagaimana tercantum dalam kitab tersebut:
ويَجُوز أنْ يُغَيِّرَ في الأَثَر المُقْتَبِس قَليلاً

Boleh merubah sedikit redaksi (Al-Qur`an atau Hadis) yang dikutip.

Beberapa contoh Iqtibas, diantaranya:
قال عبد المؤمن الأصفَهانيُّ:
لا تَغُرَّنَّكَ مِنَ الظَّلَمَةِ كثرُة الجيوش والأَنصار {إِنما نُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبصَارُ{

Abu Mu`min al-Ashfahani berkata:

Jangan sekali-kali kamu terbujuk oleh banyaknya pasukan dan pembantu orang-orang penganiaya. Sesungguhnya kami menagguhkan mereka sampai suatu hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelakak (QS Ibrahm: 42)

Syair dari Abu Mu`min al-Ashfahani diatas mengutip dari ayat ke-42 dari Surat Ibrahim, yaitu
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ

Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,
Contoh lain:
وقال ابن سناء المُلك
رَحَلُوا فَلَستُ مُسَائِلاً عَنْ دَارهِمْ # أنَا "بَاخِعٌ نَفْسِي عَلَى آثَارَهِمْ "

Ibnu Sina al-Mulk berkata:

“Mereka telah berangkat dan aku tidak akan menanyakan tempat tinggal mereka, selanjutnya aku seperti orang yang binasa karena bersedih hati sepeninggal mereka.”

Syair dari Ibnu Sina mengutip ayat surat al-Kahfi ayat 6, yaitu:
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا.

Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran). (QS al-Kahfi: 6)
namun jika diperhatikan, contoh pertama dengan yang kedua memiliki perbedaan yang signifikan. Contoh pertama mengutip tanpa langsung tanpa melalui proses perubahan redaksi, namun pada contoh kedua, terdapat sedikit perubahan, yaitu perubahan dhomir kâf al-mukhatabah pada kata نفس menjadi dhomir yâ al-mutakallim.

Contoh lainnya yang mengiqtibas hadis, yaitu:
وقال أبو جعفر الأندلسيُّ الغرناطي
لا تُعادِ النَّاسَ في أَوْطانِهمُ # قَلَّما يُرْعى غَريبُ الوَطَنِ
وإذا ما شئتَ عَيْشاً بينهُمْ # خالِقِ النَّاسَ بخُلْقٍ حَسَنِ

Abu Ja’far al-Andalusi al-Garnathy berkata:

Janganlah engkau memusuhi orang-orang di negeri mereka sendiri, sedikit sekali pengembara di suatu negeri itu mendapat perhatian baik. Bila kamu ingin hidup di tengah-tengah mereka, maka “berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik.”

Syair diatas mengutip Hadis Nabi yang terdapat dalam kitab Arba’în an-Nawawi, yaitu:
عنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Dari Abu Dzar bin Junadah dan Abu Abdurrahman Muadz bin Jabal RA, dari Rasulullah SAW beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.

Setelah mempelajari Iqtibas, kita dapat mencerna suatu keunikan Bahasa Arab dan keurgensian Al-Qur`an dan Hadis, baik secara lafaz maupun makna. Jika Iqtibas, atau mengutip Al-Qur`an dan Hadis untuk disisipkan di prosa maupun syair adalah hal yang biasa, maka tentu para ahli bahasa tak akan membuat bab khusus tentang ini dalam Ilmu Balaghah.

Selain itu, kita pun tidak bisa menebak, atau mengetahui bahwa dalam syair maupun prosa itu terdapat kutipan Al-Qur`an dan Hadis kecuali jika kita telah banyak menelaah teks-teks Hadis dan bacaan Al-Qur`an, atau ada suatu keterangan dari ulama mengenai itu. Lantas, sudah banyakkah pembekalan kita selama ini untuk menyelami nash-nash Al-Qur`an dan Hadis yang diiqtibaskan. Sambal menikmati tenggelamnya mentari, mari berbincang…



Post a Comment

2 Comments