Kudengar
dikau sedang menyenandungkan sajak-sajak kerinduan, menggapai rasa, menahan
asa. Kau terus mencariku kemana-kemana, ke segala penjuru dunia, ke ufuk
temaram di seberang samudera.
Kutahu,
kau sedang merindu. Rindumu tak terhingga kapasitasnya. Suara lantang kau
derukan, berbagai literatur kau terbitkan, demi mencariku yang menghilangkan
diri.
Dulu kau
seringkali berlari, mengejar angan yang tak pasti, pergi menghindar. Seolah
kewalahan, aku berlaga simpati dan empati terhadapmu. Hingga akhirnya rasa
lelah dan penat menghampiri, mengajak diri untuk kembali ke posisi awal, dan
pulang.
Tak perlu
lah kau bebankan dirimu dengan penantian. Pencarianmu sudah di ujung ketidak
pastian, menurutmu. Namun perlu kau ketahui, kepulanganku tidak akan selamanya.
Aku hanya
perlu berangkat lagi, menuju beberapa tempat yang mampu menerima hal-ihwal diri
ini. Segala perihal masa lalu bukanlah suatu perkara buruk dan tak perlu
ditinjau lebih lanjut.
Daun-daun
di tangkai pohon Gaharu sudah menerikaimu selantang-lantangnya, “Janganlah kau
berlari, mengejar mimpi yang tak pasti”. Alang-alang yang menghampar di padang
ilalang, dengan lembut mengikat kakimu, bermaksud menahan gerik langkahmu.
Bisik-bisik air sungai menderaskan dirinya, mengikat bisu, menggericikan
nada-nada kekhawatiran, untuk menjagamu.
Lagi-lagi
harus kuucapkan, “Aku hanya pulang, bukan pergi”. Bungkamlah segala rindu yang
menggerogoti lubuk hati, meneteskan bulir-bulir air mata kerinduan yang
mendalam. Bukankah cahaya esok hari akan tetap terbit?.
Sang bulan
nampaknya sedang berusaha, menemani malam-malammu, menghiburmu, menerangimu di
sisi kegelepan. Sang fajar pun tak kalah semangat dalam menyemangati harimu,
melihat keikhlasanmu.
Aku faham
betul, hatimu sangat hancur-sehancur-hancurnya. Dari sikapmu yang mulai keluar
dari koridor kenyamanan. Merajut air mata tanda tangis yang dalam.
Teruslah
semangati dirimu. Menebar nilai-nilai positif, mengejar angan-angan yang sudah
lama terpendam. Bukankah dulu kau seringkali menceritakannya di hadapanku,
memintaku untuk mendengarnya secara seksama, dengan penuh rasa.
Akan ada
waktunya, dimana kau berada di atas singgasana asmara ketabahan. Setelah
menebas jarak waktu kerinduan. Saat itu, kau hanya tinggal mereguk air dari
secangkir obat kehidupan.
