Berbagi Ilmu
Bab Husnu at-Ta'lil
Husnu
at-Ta’lil jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah alasan yang bagus. Disini
kita akan mendapatkan suatu kalimat yang di dalamnya terdapat makna sastrawi
yang dijadikan sebuah alasan dari suatu pernyataan.
Ali
al-Jârimi dan Mustafa Amin menyebutkan definisi Husnu at-Ta’lil dalam kitabnya al-Balâghah
al-Wâdhihah:
حُسنُ التَّعْلِيل أنْ يُنْكِرَ
الأَديبُ صَرَاحَةً أوْ ضِمْناً عِلَّةَ الشَّيْءِ الْمَعْرُوفَةَ، وَيَأْتي بعلَّةٍ
أَدَبيَّةٍ طَريفَةٍ تُنَاسِبُ الغَرَضَ الَّذِي يَقْصِدُ إِلَيْهِ.ً
Husnu
at-Ta’lil adalah seorang sastrawan, ia mengingkari - secara terang-terangan
maupun terpendam – alasan yang telah dikenal umum bagi suatu peristiwa, dan
sehubungan dengan itu ia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra dan
lembut, yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.
Contoh:
قال المعري في الرثاء:
وَمَا كُلْفَةُ الْبَدْر الْمُنِيرِ قَدِيمَةً
... وَلَكِنَّهَا فِي وَجْههِ أَثَرُ اللَّطم
Al-Ma’arri
berkata dalam seuah ratapannya:
Bitnik-bintik
hitam pada bulan purnama yang bercahaya itu bukan ada sejak dulu. Akan tetapi,
pada muka bumi itu ada bekas tamparan.
Dalam
syair ini, Abu Ala al-Ma’arri meratap dan berlebihan menyatakan bahwa kesedihan
terhadap orang yang diratapi itu mencangkup banyak peristiwa alam. Oleh karena
itu, ia menyatakan bahwa bitnik-bintik hitam yang terlihat di permukaan bumi itu
tidaklah muncul karena faktor alam, melainkan oleh bekas tamparan si bulan sendiri
yang sedih ditinggalkan oleh orang yang diratapi.
وقل ابن الروميِّ:
أَما ذُكاءُ فَلمْ تَصْفَرَّ إذْ جَنَحَتْ
# إلا لِفُرْقَةِ ذَاكَ الْمَنْظَر الْحَسَن
Ibnu
ar-Rumi berkata:
Adapun
matahari itu tidak menguning ketika cenderung, kecuali karena tidak suka
berpisah dengan pemandangan yang indah.
Ibnu
Rumi, dalam syair ini menyatakan bahwa menguningnya matahari ketika terbenam
bukanlah faktor alam, namun karena ia takut berpisah dengan wajah orang yang
dipujinya.
Demikian
penjelasan bab Husnu at-Ta’lil yang singkat ini, Semoga bermanfaat..
Post a Comment
0 Comments