Home Style Widget

Persoalan Hidup Kita yang Biasa Saja



Kita tak pernah tahu kapan rasa kasmaran bertamu kepada kita, merasuk dalam jiwa, hanyut terbawa suasana. Bisa saja, ada seorang perempuan tiba-tiba lewat depan kita, eh langsung jatuh cinta. Atau kita dengan doi tergabung dalam suatu komunitas, karena sering Bersama dalam satu forum, akhirnya timbul rasa tak disengaja. Ah, ia mirip seperti kehidupan. Semuanya datang secara tiba-tiba, berjalan apa adanya, tanpa direncanakan.

Tanpa sadar peristiwa diatas terjadi berulang-ulang dalam kehidupan kita. Terkhusus para jomblo yang hidupnya selalu dirundung sepi. Selalu ada harapan-harapan yang diciptakannya sendiri dalam semu. Haha

Sebagaimana harapan, kasmaran, persoalan kehidupan yang biasa saja pun begitu. Jika kalian pernah menonton Triangle, film yang diproduksi pada tahun 2009, betapa kita dibawa kepada alur yang terus berulang-ulang, seakan-akan tak pernah berhenti. Dimana Jess, pemeran utama dalam film ini terus seperti kejadian yang terus berulang tak ada habisnya.

Secara tidak langsung, sutradara atau penulis skenario Triangle ingin menyampaikan bahwa hakikat kehidupan nyata adalah seperti ini, aktifitas akan terus berulang-ulang. Pagi hari sarapan, kerja, pulang, terjebak macet, sampai rumah, kemudian tidur, dan esoknya berulang lagi terus menerus.
Semuanya berjalan biasa saja, tak ada yang istimewa dan menakjubkan jika dipikir-pikir. Benar memang, kata Pram, “Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.” Seringkali kita terjebak dalam stigma berpikir yang menakjuban dalam kancah dunia khayalan semata. Menciptakan skenario yang kita reka sendiri, kita adalah aktor filmnya, penentu akhir scene, dan kita pula yang mengulasnya sendiri. Padahal kenyataanya bertentangan 90% dari apa yang ada dalam khayalan.

Itulah barangkali yang disebut Pram sebagai hidup itu sungguh sangat sederhana, yang hebat hanya tafsirannya. Kitalah yang membuat tafsiran itu sendiri. Wah, gawat.
Suatu hari di pesantren, saat saya bersama teman-teman sedang ngaji fikih, diampu oleh salah satu Kiai sepuh di pesantren kami, Beliau memberikan dawuh kepada kami, “Dalam hidup ini janganlah terlalu memanjangkan harapan.” Selesai. Begitu saja. Tanpa ada penjelasan selanjutnya, lah kami ketika itu belum terlalu mengerti perihal dawuh tersebut.

Makin kesini, ternyata memang benar, harapan panjang akan selalu membuat hidup ini semakin runyam, suram, gelap gulita, heuheu. Beda halnya dengan planning dan rencana kedepan. Kendati demikian, bukan berarti kita harus menyerahkan semuanya dan menunggu apa yang akan terjadi kemudian.

Tapi gak gitu juga sih. Tidak selamanya kehidupan yang biasa saja ini dipandang remeh, lho. Dilalah sering buka youtube, muncul video Gus Baha dalam beranda youtube, kudengarkan saja, ternyata seru.

Didalamnya, Gus Baha menyampaikan suatu hadis, bunyinya “Innal mukmina yamutu baynal hasanatain, hasanatun qad qadhaha wa hasanatun yantadhiruha.” Sesungguhnya orng mukmin itu meninggal dintara dua kebaikan, pertama adalah kebaikan yang telah dilakukannya, kedua adalah kebaikan yang sedang ia tunggu untuk melaksanakannya.

Salah satu kebaikan seperti hadis tersebut ialah, ketika kita selesai melaksanakan shalat subuh, kemudian kita pun menanti datangnya shalat dhuhur untuk melaksanakannya. Begitu terus berlanjut hingga ke shalat-shalat selanjutnya. Kita melakukan puasa di bulan Ramadhan, kemudian tibalah lebaran, setelah itu kita merindu kepada bulan Ramadhan, begitu saja terus-menerus.
Ternyata jika kita kita pikirkan lebih dalam, sebenarnya dalam kehidupan kita yang biasa saja ini, yang paling menentukan sikap dan perasaan kita selanjutnya adalah cara berpikir kita sendiri. Ini serius.

Contoh sederhana, ada ungkapan “Kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati, kaya diri.” Seringkali kita melihat orangmiskin dengan senyuman yang sumringah dengan kebahagiaan kecilnya, di tempat lain si kaya sedang dirundung pilu, kesedihan, kegalauan, serta banyak pikiran di dalam mobil mewah seharga setengah miliar.

Meski tidak selalu seperti itu yang terjadi di tengah-tengah kita. Terkadang sebaliknya. Oh, jadi penentunya adalah kondisi hati kita semua. Kehidupan boleh biasa, namun hati harus luar biasa.
Banyak hal sederhana yang bisa jadi sumber kebahagiaan ternyata, kawan. Dimulai dari hal-hal kecil, seperti minum kopi di pagi hari sambil menikmati satu dua gorengan yang kita beli di seberang jalan di depan rumah, sambil menikmati angin pagi yang sepoi-sepoi. Heu. Sekian.

Post a Comment

0 Comments