Home Style Widget

Menghargai Semahal Mungkin

 


DITRAKTIR SATE. Ya, malam ini menu makanku dapat disebut "wah" karena biasanya aku hanya makan di dapur pesantren. Maklumlah, penghasilan dalam sebulan tidak seberapa, apabila tiap hari beli makan, mungkin pengeluaran akan lebih besar daripada pemasukan yang aku dapatkan.

Sate yang aku makan malam ini merupakan upah dari mendesain sampul skripsi salah seorang kawanku. Konon skripsinya ia jadikan dalam bentuk buku sebagai persyaratan mengambil ijazah di kampusnya. Entah sudah berapa tahun sejak kelulusannya ia tak ambil ijazahnya. Itu pun ia mengambil ijazah karena ada tuntutan pekerjaannya.

Bukan soal sate, rasa dan jenisnya apakah sate ayam, sapi, kambing bahkan unta. Namun ini soal menghargai. Ya, menghargai semahal mungkin. Desain sampul yang kubuat pas-pasan, dan yang membuat desainnya adalah kawannya sendiri. Namun ia tetap menghargai. Tidak minta gratisan, heuheu. Apalagi berlindung dibalik pertemanan atau semacamnya demi tidak mengeluarkan sepeser pun. Sungguh realitas yang nyata.

Begitulah kita di kehidupan dewasa ini. Setiap orang memiliki waktu yang berharga. Mereka perlu bertahan hidup dengan mencari nafkah. Waktu dan tenaga dikerahkan untuk dirinya, demi mencukupi kebutuhan hidup dan semua cita-citanya. Waktu dan tenaganya bukan untuk kamu. Kecuali kamu memberinya upah yang cukup dan pantas. Allah saja ketika meminta hamba-Nya untuk ikhlas dalam beribadah, ia memberi imbalan yang sangat besar. Bukan lagi mahal, namun tak terhitung harganya.

Sudahkah kamu menghargai dengan semahal mungkin [?]

Post a Comment

0 Comments