cerpen
Kau, mutiara terindah dalam mimpi
Disibakannya
penutup jendela kamarnya itu dengan tangannya yang mungil, secercah cahaya
mulai memasuki kamarnya, tersenyum menyambut pagi, senyumnya yang dapat membuat
semut-semut mengurungkan niat mereka tuk berburu gula di dalam toples yang
terdapat sedikit celah antara toples dan tutupnya, karena ia lebih manis dari
gula sekalipun, bahkan lebih halus dari aci karambol yang kugunakan untuk
melicinkan papan karambol agar tidak serat dan macet ketika memainkannya.
Pergi
ke sekolah sendirian, ditemani angin semilir pagi yang sepoi-sepoi, sambil
melirikan nada-nada keindahan dan kedamaian, kau membawa suasana cerah di pagi
hari bagi sekelilingmu, sampai rerumputan pun bermekaran dan daun putri malu
juga mengkuncupkan daunnya sebab kalah indah dengan keindahanmu, semuanya
tersipu, tak terkecuali aku.
Seperti
biasa, hari-hari dipenuhi tugas selalu tak pernah menunjukan kapan akan using,
dan tibalah waktunya membahas soal-soal tersebut, kami sekelaspun duduk di
bangku masing-masing, salah satu tugas pelajaran kimia yang diberikan pak guru
dua hari yang lalu, masih tentang hukum Newton I, II dan III. Tak kusangka, kau
ditunjuk oleh pak guru tuk membahas soal-soal dalam tugas, dan para murid
diperintahkan tuk menjawab soal dengan bersama, dengan sigap ia maju membawa
buku paket nya langsung dan mengambil spidol di atas meja yang terletak dekat
dengan papan tulis, semua mata tertuju padanya, siapa yang tak kenal murid
berprestasi di kelas, cerdas pula. Soal demi soal dibahas, dan pak guru juga
tak lupa menunjuk beberapa dari kami untuk menulis jawabannya di papan tulis, alasannya
simple, agr kmi bisa mengerjakannya tukas pak guru.
Tak
ingin rasanya mata ini berpindah dari melihatnya yang sedang berdiri di depan
kelas, akhirnya giliran namaku dipanggil, dan aku masih dalam keadaan melamun,
dengan kaget aku menyaut saat namaku dipanggil pak guru, kemudian bingung
karena nyatanya aku belum mengerjakan tugas, dan disibukan melihat pemandangan
indah dari wajahnya, seakan-akan bercahaya seperti mutiara dari dasar lautan
terdalam, tanpa bisa mengelak, aku pun maju, tapi sebelum maju ia memberikan
kode, ia menyadari bahwa aku belum mengerjakan tugas dan memerintahkan tuk
mengambil buku tulis miliknya di samping meja tepat di dekat mejaku, ia duduk
di kursi sebelah orang yang duduk di sebelahku, tidak jauh jarak duduk di
antara kami, dengan mengisyaratkan menggunakan anggukan kepala yang mengarah
pada mejanya, dalam sekejap aku langsung paham apa yang diinstruksikannya,
langsung ku ambil buku tulisnya, ketika itu pak guru sedang membersihkan
kacamatanya dari debu-debu yang menempel diatasnya.
Rasanya
senang sekali ketika melihatnya berbaik hati meminjamkan buku tulisnya padaku,
ditambah kedipan matanya, bagaikan permata yang bercahaya di tengah sepinya
malam, saking senangnya aku sampai terkagok-kagok menuliskan jawabannya di
papan tulis, bahkan saking kagoknya, aku pun terjatuh dan gubrakkk…
Kulihat
jam menunjukan pukul satu dini hari, ternyata tadi itu hanyalah mimpi, mimpi
seorang jomblo, “tak apalah” ucapku dalam hati, setidaknya ku pernah
bertemu dirimu, mutiara terindah yang tercipta dalam mimpi.
Post a Comment
0 Comments