Berbagi Ilmu
Wahai para Santri, Mari Bangkitkan Dunia Literasi!
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia
akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
Generasi post milenial ini, dunia
literasi sangatlah diperlukan. Bagaimana tidak, berbagai info dan kabar
bertebaran di setiap pelosok dalam sekejap mata. Jika dalam detik ini selesai
merampungkan tulisan yang anda buat kemudian menguploadnya ke salah satu media
di dunia maya, tak mustahil orang di berbagai belahan dunia dapat mengakses dan
membacanya.
Beragam info dapat kita dapatkan
dalam sekejap, entah berbentuk tulisan maupun berupa video yang diunggah. Tak
ayal lagi jika permasalahan pada zaman modern lebih banyak dan rumit ketimbang
zaman dulu.
Melihat beberapa fenomena yang
berkembang dalam tahun-tahun terakhir ini, berita hoax adalah salah satu penyebab
terjadi pertikaian kecil maupun besar. Entah isu agama maupun etnis yang
menjadi pemicunya.
Maka dari itu sebagai umat muslim,
khususnya para santri, hendaknya bangkit untuk melestarikan dunia tulis menulis
sekaligus melek dengan teknologi. Sebagaimana yang kita ketahui, para santri
mengaji ilmu agama secara dalam dan intensif, sehingga mereka tak sembarangan
dalam menyampaikan agama, apalagi berani menyebarkan hoax dan ujaran kebencian.
Literasi
sangatlah berpengaruh dalam kehidupan. Bahkan ia dapat menggerakan masa. Maka
tidak asing lagi jika ada beberapa penulis yang pernah mengalami kehidupan di
balik jeruji besi penjara karena tidak disukai oleh pemerintah yang berkuasan
ketika itu.
Dalam kitab At-Tarif
bi adab at-talif karya imam Suyuthi disebutkan, Orang-orang
berkata: “Perkataan hanya terbatas pada orang yang dekat dan hadir (ketika
berbicara), sedangkan tulisan tidaklah terikat, ia sampai kepada orang yang
hadir maupun tidak (ketika penulisan). Dan buku itu dibaca di setiap tempat,
dipelajari di setiap zaman; sedangkan lisan tidak lebih sampai kecuali kepada pendengarnya,
tidak kepada orang selainnya.
Setelah melihat pengaruh yang dihasilkan dari sebuah tulisan,
seorang santri hendaknya sadar, bahwa mereka patut untuk terjun ke dalam dunia
tulismenulis. Tentunya mereka membutuhkan kemampuan dalam berliterasi, tidak
hanya beretorika di depan umat. Meskipun terkadang menulis dan berbicara
menjadi dikotomi yang berbeda, yang jarang sekali menyatu dalam diri seseorang.
Tokoh yang dapat dijadikan contoh adalah almarhum kyai Ali Mustafa
Yaqub. Selain beliau lihai dalam beretorika, beliau pun sangat handal di
kepenulisan, sehingga karya-karyanya mencapai puluhan dan sudah menyebar luas.
Bahkan tak hanya berbahasa Indonesia, beliau pun menyusun beberapa buku
berbahasa arab . Demikian pula kyai Ali menasihati para santrinya dengan
wejangan: “Wa laa tamutunna illa wa antum katibun”. Janganlah kalian
meninggal kecuali kalian telah menulis.
Dalam sejarah kita dapat melihat gairah intelektual ulama pada saat
itu, terutama dalan kepenulisan. Dalam buku Landasan Etika Santri
disebutkan bahwa Imam At-Thabary adalah ulama yang begitu produktif. Saking
produktifnya beliau dalam menulis, jika diperkirakan selama 40 tahun, beliau
setiap hari beliau menulis 40 lembar. Dengan demikian, selama itu beliau telah
menulis sebanyak 1.768.000 lembar. Abdullah Al-Farhi, murid Imam At-Thabary
memperhitungkan, bila jumlah yang pernah ditulisnya dibagi dengan usianya
semenjak baligh sampai wafat, maka beliau menulis 14 lembar perharinya.
Dengan menulis, berarti kita telah menjaga tradisi para ulama
terdahulu. Tak perlu jauh ke luar negeri, di Nusantara pun terdapat banyak
ulama yang sudah mengabdikan dirinya dengan menulis. Dinukil dari buku Landasan
Etika Santri, di Padang Panjang terdapat Syaikh Haji Rasul yang telah
mengarang berbagai kitab, diantaranya As-Syusuf Al-Qath’iah fi Da’awiy
Al-Kadzibah, Dar’ Al-Mafasid, Qath’ Ar-Riqab Al-Mulhidin fi Tasyabuhihim bil
Muhtadin, dan masih banyak lagi karya beliau. Di Minagkabau terdapat Syeikh
Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang telah mengarang lebih dari 49 buku dari
berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya: An-Nafahat, Ar-Riyadh
Al-Wardiyyah, Rawdhah Al-Hisab fi ‘Ilmi Al-Hisab, Al-jawahir fi ‘Amal
Al-Jaibiyyah dan masih banyak lagi. Di banten terdapat syeikh Nawawi yang
karanganya sudah tidak asig lagi dikalangan santri, di Semarang terdapat kyai
Soleh darat, di Termas terdapat Syaikh Mahfudh At-Tarmasi, dan ada lagi
beberapa ulama Nusantara yang sudah mengabdikan dirinya dalam dunia literasi
keislaman, tujuannya supaya ilmu islam terus berkembang.
Dengan demikian, marilah gerakan jari-jari ini untuk menulis. Sebarkan
nilai-nilai keislaman yang damai dan rahmatan lil ‘alamin. Rasulullah
Saw bersabda:
إذا مات الإنسان
انقطع عن عمله إلا من ثلاثة: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له
(أخرجه أبو داود والترمذي والنسائي(
“Apabila seorang manusia meninggal,
terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, atau ilmu yang
bermanfaat baginya, atau anak soleh yang mendoakannya
(H.R Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai)
Teringat sebuah motivasi dari Helvy tiana Rosa, pendiri Forum
Lingkar Pena, “Kalau usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah.
Menulis memperpanjang ada-mu di dunia dan amalmu di akhirat kelak”. Selamat
menulis…
Post a Comment
0 Comments