Santri,
mahasiwa dan intelektual, masing-masing memiliki perbedaan pengertian,
aktifitas serta peran sosial. Ketiga terminologi diatas, jika digabungkan, akan
memiliki pengaruh dan manfaat yang besar, sebagaimana selogan yang kita kenal
di pesantren, “Ulama yang intelek, dan intelek yang ulama.”
Santri
pun memiliki banyak definisi. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berarti (1) orang yg mendalami agama Islam; (2) orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh
(orang yg saleh); (3) Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama islam
dengan berguru ketempat yang jauh seperti pesantren dan lain sebagainya. Namun
hemat saya, sebagaimana yang dikatakan Gus Mus, santri adalah semua orang yang
berahlak santri, meskipun dia nggak nyantri.
Mahasiswa yaitu seorang yang menempuh pendidikan tinggi di
perguruan tinggi. Adapun intelek adalah proses
pemikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan, atau daya akal
budi atau kecerdasan berpikir. Dan intelektual adalah orang yang intelek, yaitu
orang yang terpelajar sering disebut juga cendekia. Ketiga terminologi diatas
memang berbeda, namun tak sulit untuk dihubungkan.
Seorang santri
yang telah menyelesaikan masa studinya di pesantren, masing-masing mereka
tersebar, berpencar,sesuai kehendak dan keinginan diri, juga kecondongan skill.
Bagi santri yang melanjutkan studinya ke beberapa perguruan tinggi otomatis
menjadi suatu anugerah yang istimewa, selain mereka mendapatkan pengalaman
baru, teman baru, kuliah pun sebagai perwujudan dari kelanjutan misi dan proses
serta aktifitas yang takkan pernah berhenti hingga jasad dikubur di liang
lahad, yaitu menuntut ilmu.
Mahasiswa yang
santri, mayoritas mengambil jurusan keagamaan, sebagai kelanjutan dari focus
yang mereka geluti di pesantrennya. Mereka tentunya tinggal megembangkan apa
yang telah dipelajari saat sekolah dulu, dari berbagai ilmu, karena mereka
sudah memiliki ilmu-ilmu dasar yang sering kita sebut “kunci” untuk membuka
khazanah ilmu lain.
Praktik dan
kegiatan mereka di pondok menjadi dasar patokan mereka dalam bertindak, entah
belajar, memahami, menginterpretasi, mengatur waktu, bersosmed, sikap dalam
menghukumi sesuatu, dan masih banyak lagi.
Keintelektualan
mereka akan berkembang, seiring berjalannya waktu, tentunya dengan
kekonsistenan mereka dalam menjalankannya, seperti kuliah yang serius,
berorganisasi, mejalin hubungan dengan siapapun mereka, dan tak lupa
ngopi-ngopi sejenak disela-sela waktu yang ada, bercengkrama dan mendiskusikan
apa saja yang ada di benak hatinya.
Namun semua,
goalnya adalah pengabdian kepada rakyat, bangsa, masyarakat dan negara.
Intelektualitas santri yang sedang atau pun sudah matang, hendaknya digunakan
untuk hal-hal positif, khususnya di generasi postmillennial ini, dimana
kecenderungan konflik lebih mudah dinyalakan.
Dengan
intelektualitas, mereka dapat mengembangkan serta memperbaharui beberapa sudut
pandang, dapat memanfaatkan kemodernan sebagai sarana dakwah dengan menyebar
nilai-nilai kedamaian dan islam yang rahmatan lil ‘alamin.