Saat masa-masa tinggal di pondok,
kegiatan mengaji subuh selalu kami lakoni sebagai santri. Tanpa mandi terlebih
dahulu, dengan air liur yang menempel di pipi kanan kiri, dilengkapi bau badan
yang tak kalah sedapnya dengan bau mercon petasan, kami langsung menuju kamar
mandi.
Dengan bermodalkan sabun Lifebouy
seharga 2.000 rupiah (ketika itu,), kami pergi ke kamar mandi dan melulur muka
dengan Lifebouy, dibilas dan kulit wajah pun “cling seperti tanpa kaca”.
Karena sabun muka selevel Biore dan POND’s tak terjangkau harganya di kalangan
santri, akhirnya Lifebouy pun jadi.
Bagi kami Lifebouy bukan sekedar
sabun biasa, selain komposisinya terdiri dari kebaikan susu alami, ia juga
khusus diformulasi untuk menjaga kehalusan kulit sekaligus melindungi dari 10
kuman penyebab infeksi.
Oiya,
selain itu Lifebouy juga dapat membersihkan hati. Loh kok bisa?
Di pondok, kami diajarkan tata krama
bertemu dengan guru (baca:ustad). Hendaknya kami menghadap guru dengan beradab,
salah satunya dengan muka yang berseri-seri. Ya otomatis kami pun manut.
Bermodal uang pas-pasan, jatah lauk makan sore hari yang hanya dapat membeli 2
buah bakwan yang belum memenuhi standar SNI, kami relakan untuk membeli
Lifebouy.
Pernah terlintas ingin membeli POND’s White Beauty Pinkish White Facial Foam yang harganya
bagi kami seperti uang jajan selama dua minggu. Selain dapat membuat wajah
menjadi putih sekaligus mencerahkannya, ia juga dapat memanipulasi gerombolan
jerawat yang bersemayam di kanan kiri pipi agar tidak terlihat oleh santriwati
yang mencoba mengintip para santri lewat celah jendela kelas, meskipun nyatanya
tidak ada santriwati pun yang melirik kami.
Akan
tetapi, usaha untuk membeli sabun muka pun gagal lagi. Kebutuhan mendadak selalu
saja bermunculan tanpa diduga. Jalan keluarnya hanyalah Lifebouy, sabun badan
yang dinaturalisasi menjadi sabun muka.
Sungguh
kami tetap senang. Sebab dengan Lifebouy kami dapat mengaplikasikan adab tata
krama dengan guru, walhasil ilmu pun didapat dan hati pun menjadi terang.