Kata
Pers merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan
dengan berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun media cetak. Pers sendiri
makna sempit dan makna luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut
kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedang
dalam arti luas, Pers berarti yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang
dilakukan media cetak maupun elektronik seperti radio, televisi dan internet.
Falsafah
yaitu tata nilai atau prinsip-prinsip untuk dijadikan pedoman dalam menangani
urusan-urusan praktis. Falsafah Pers mengikuti system yang dianut oleh
masyarakat dimana Pers tersebut ada. Sebagaimana falsafah pers yang terdapat di
Amerika menganut liberalistis. Dan falsafah pers di Cina atau Uni Soviet bersifat
komunistis. Setidaknya, terdapat empat falsafah pers (four theories of the
press) di dunia ini.
Pertama, Authoritarian Theory. Atau sering disebut Teori Pers
Otoriter, yang diakui sebagai teori pers paling tua, berasal dari abad ke-16. Teori
ini lahir dari negara yang menganut system absolut. Penetapan serta
penginformasian hal-hal yang benar hanya dipegang oleh segelintir orang bijaksana
yang mampu memimpin. Artinya pers harus mendukung kebijakan pemerintah. Yang perlu
dicatat, prinsip ini adalah bahwa negara memiliki kedudukan lebih tinggi daripada
individu dalam skala nilai kehidupan sosial.
Kedua, Libertarian Theory. Atau Teori Pers Bebas. Seiring waktu
kebebasan politik, agama dan ekonomi memiliki pertumbuhan, maka tumbuh pulalah
tuntunan kebebasan pers. Puncaknya adalah pada abad ke-19.
Teori
ini memandang manusia sebagai mahluk rasional yang dapat membedakan antara yang
benar dan yang tidak benar, pers harus menjadi mitra dalam upaya mencari
kebenaran, dan bukan sebagai alat bagi pemerintah. Tuntutan bahwa pers
mengawasi pemerintah, berkembang dari teori ini. Sebutan pers sebagai “Kekuasaan
Keempat” setelah kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif umum diterima
dalam teori pers libertarian. Oleh karena itu pers harus bebas dari kendali pemerintah
dalam upaya mencari kebenaran.
Teori
ini, meski memasok banyak landasan kebebasan yang tak terbatas kepada pers,
seperti paling banyak memberikan informasi, paling banyak memberikan hiburan,
dan paling laku dijual, akan tetapi ia dinilai paling sedikit berbuat kebajikan
menurut ukuran umum dan sedikit pula mengadakan kontrol terhadap pemerintah. Pers
semacam ini terkadang cenderung kurang tertarik dengan persoalan yang terjadi
di masyarakat.
Ketiga, Social Responbility Theory. Teori Pers Bertanggung
Jawab Sosial. Teori ini dijabarkan berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori
pers libertarian terlalu menyederhanakan persoalan. Hal demikian karena teori
libertarian tidak berhasil memahami masalah-masalah semisal proses kebebasan
dan kosentrasi pers.Teori pers bertanggung jawab sosial ini relatif merupakan
teori baru dalam kehidupan pers di dunia, teori ini memungkinkan dimilikinya tanggung
jawab oleh pers.
Media
yang menggunakan teori ini memiliki sesuatu yang tidak disukai oleh pers libertarian,
yaitu prinsip-prinsip etika di belakang cita-cita bahwa pers bertanggung jawab
sosial ini bukan hanya saja mewakili mayoritas rakyatnya tetapi juga memberikan
atas hak-hak golongan minoritas atau golongan oposisi untuk mengemukakan
pendapat dan opininya.
Teori
pers bertanggung jawab sosial inilah yang paling banyak digunakan oleh negara
yang menganut system demokrasi dalam ketatanegaraanya, yang mana rakyatnya
tekah dewasa dan memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga rakyat
memiliki suara yang cukup berpengaruh dan menentukan terhadap pejabat-pejabat
yang melayani mereka.
Keempat, The Soviet Communist Theory. Teori Pers Komunis
Soviet, teori ini tumbuh dua tahun paska Revolusi Oktober 1917 di Rusia dan
berakar pada teori pers otoriter yang telah disebutkan di awal. System pers ini
menopang kehidupan system Sosialis Soviet Rusia dan memelihara pengawasan yang
dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan yang sebagaimana terjadi dalam
kehidupan komunis. Oleh karena itu, negara yang menganut pers tersebut tidak
memiliki kebebasan pers, atau yang ada hanya pers pemerintah. Segala sesuatu yang
memerlukan keputusan dilakukan oleh pejabat pemerintah sendiri.
(Disadur
dari buku Jurnalistik, Teori dan Praktik, Hikmat Kusumaninrat &
Purnama Kusumaningrat, PT Remaja Yosdakarya, Bandung, halaman 17-24.)